Elia.
2 min readMar 19, 2024
Ilustrasi: Flickr (gingerlillytea)

“It’s supposed to be fun turning 21.”

Sudah lebih dari 60 hari aku memasuki laman 21. Pintu apa saja yang ku masuki? Pintu apa saja yang ku lewati? Berapa banyak?

Perayaan kali ini tidak diwarnai corak cerah berseri, apalagi tawa lepas tanpa resah. Hari itu … seperti yang kukatakan, tidak ada perayaan. Sambutan yang aku dapatkan ialah ragam cerita dalam 24 jam yang tidak dapat diduga. Dari situ juga menjadikannya semakin tidak disangka-sangka untuk cerita-cerita berikutnya.

24 jam, satu minggu, satu bulan, hingga sudah lebih dari 60 hari aku menemukan banyak cerita. Aku merasakan banyak emosi: kepiluan, bahagia, amarah, tangis, hilang arah dan sebagainya. Aku menemukannya dalam waktu yang tidak singkat dan tidak lama. Semuanya terjadi, semuanya terjadi.

Pada hari pertama, aku menyesali pintu-pintu ekspektasi yang aku buka tanpa ragu. Ekspektasi pada mereka yang katanya paling menyayangiku, seharusnya tidak pernah kubuka.

Pada hari kedua, aku menyesali pintu ruang tunggu yang selalu kumasuki sepanjang waktu tanpa peduli betapa lelahnya.

Pada hari ketujuh, akhirnya aku mencoba keluar dari ruang tunggu tidak berguna itu. Aku mencoba melarikan diri. Namun, kakiku terperangkap. Ada yang menariknya — sangat berat, bahkan terlalu berat. Aku tidak mampu, aku kembali masuk dan menjelma menjadi si bodoh.

Satu pekan setelahnya, si bodoh berhasil lepas dari belenggu. Namun, pintunya belum terbuka. Pintunya berusaha keras menahannya meskipun terlalu banyak lubang cahaya untuk membantunya — ia masih terjebak. Rasa bersalah, tidak berdaya, peduli yang terlalu penuh. Berlebihan, berlebihan.

Dua pekan setelahnya, pintu itu berhasil dihancurkan. Si bodoh mendapat bantuan dengan ganjarannya, yaitu kewarasannya. ‘Bagaimana?’ ‘Mengapa?’ Menjadi pertanyaan yang memenuhi kepalanya 24 jam selama 30 hari.

Satu bulan kemudian, apalagi? Apalagi kali ini? Hukuman? Begini kah cara semesta menghukum si bodoh yang terperangkap tipuan dunia? Begini kah cara takdir mempermalukan si bodoh agar semakin tenggelam dalam duka? Entah benar atau tidak, entah pantas atau tidak, entahlah. Mungkin memang sudah sepantasnya, mungkin memang begitulah jalannya, sebab terlena pada kebahagiaan semu berbalut rayu.

Namun, tenang saja. Si bodoh ini akhirnya terbebas dari ragam jeratan yang menjebaknya. Si bodoh ini tidak lagi peduli pada bisingnya kegilaan. Si bodoh ini, tidaklah bodoh.

67. Enam. Puluh. Tujuh. Enam puluh tujuh untuk dua puluh satu. Semua sudah berakhir. Masih ada banyak cita dan cinta, masih ada banyak peluk dan tawa, masih ada banyak sapaan penuh hangat, masih ada banyak cerita riang gembira, masih ada genggaman tanpa ragu, masih ada kejujuran lainnya tanpa tipuan yang aku temui dalam 67 hari — juga untuk esok dan seterusnya. Maka dari itu ….

Selamat merayakan 21 dengan sebenar-benarnya bahagia.